Sejengkal Tanah
Karya : Rayhandi
Hari ini kita menapak bumi
Tertawa dan bersenang hati
Kita berjalan dengan angkuh
Hingga lupa tanah mencarut
Kita lupa sembahyang
Kita lupa beriman
Iman di dada setipis kulit bawang
Hilang di bawa angin dunia fana
Hari ini kita tertawa
Menghirup nafas dengan congkak
Lupa di mana kita berlindung
Lupa di mana kita kembali
Terbayangkah kita?
Jika besok kita mati
Jika nanti kita mati
Jika sebentar lagi kita mati
Amalan apa yang akan menjamin kita merengkuh surganya?
Harta dan kenikmatan dunia?
Tidak, semuanya lenyap. Tinggallah kebenaran
Hari ini kita memakai sutra
Boleh jadi besok kita memakai kafan
Hari ini kita tidur di ruang mewah
Boleh jadi besok kita tidur di liang lahat
Hari ini kita bergelimang kemewahan
Bisa mungkin esok kita bergelimangkan siksa
Hari ini kita tersenyum
Bisa mungkin esok di kubur kita meraung
Hari ini kita berteman sahabat
Boleh jadi di kubur kita berteman ulat
Hari ini rupa kita mulia
Boleh jadi esok di kubur kita hancur bak garam
Hilang tanpa sisa
Tidak takutkah engkau akan mati?
Ia akan datang dalam pucat
Yang menjujur biru terbaring
Kaku tanpa sentuh
Sakratul maut datang
Menyeret nafas hingga di pucut leher
Demi tuhan sakitnya sangat
Bagai tubuh terkoyak kulit
Takutkah akan mati di kau?
Tubuh terguncang nyawa melayang
Meninggalkan jasad fana
Hening membiru di liang kubur
Wahai manusia
Semuanya kita akan mati
Mati sekarang atau esok tak ada bedanya
Malaikat maut menunggu di pucuk umur
Kita pergi melayang jauh
Meninggalkan nikmat hidangan dunia
Menceraikan keluarga
Mencampakkan harta yang melangit
Kita mati meninggalkan hitam putih dunia
Yang kita genggam hanya asa jika tak beramal
Bahkan jasad tubuh tercinta tertinggal di hitam bumi
Tak sebutir nikmat jua kita bawa
Tak secuil emas berlian pun kita rengkuh
Hanya iman di dada
Hanya islam di hati
Inikah akhir nafas kita
Nafas yang selama hidup lupa tuhannya
Akan tugas melalang di fana
Kita lupa wahai sahabat
Kematian
Datang membayang nafas
Merenggut hingga putus tertinggal tubuh
Hina
Takut
Di curuk ujung kita menanti menunggu hingga kita mati semua
Dan semuanya hanya soal waktu
Berjalanlah ke depan karena di ujung tapak langkahmu kematian menunggumu....
Tertawa dan bersenang hati
Kita berjalan dengan angkuh
Hingga lupa tanah mencarut
Kita lupa sembahyang
Kita lupa beriman
Iman di dada setipis kulit bawang
Hilang di bawa angin dunia fana
Hari ini kita tertawa
Menghirup nafas dengan congkak
Lupa di mana kita berlindung
Lupa di mana kita kembali
Terbayangkah kita?
Jika besok kita mati
Jika nanti kita mati
Jika sebentar lagi kita mati
Amalan apa yang akan menjamin kita merengkuh surganya?
Harta dan kenikmatan dunia?
Tidak, semuanya lenyap. Tinggallah kebenaran
Hari ini kita memakai sutra
Boleh jadi besok kita memakai kafan
Hari ini kita tidur di ruang mewah
Boleh jadi besok kita tidur di liang lahat
Hari ini kita bergelimang kemewahan
Bisa mungkin esok kita bergelimangkan siksa
Hari ini kita tersenyum
Bisa mungkin esok di kubur kita meraung
Hari ini kita berteman sahabat
Boleh jadi di kubur kita berteman ulat
Hari ini rupa kita mulia
Boleh jadi esok di kubur kita hancur bak garam
Hilang tanpa sisa
Tidak takutkah engkau akan mati?
Ia akan datang dalam pucat
Yang menjujur biru terbaring
Kaku tanpa sentuh
Sakratul maut datang
Menyeret nafas hingga di pucut leher
Demi tuhan sakitnya sangat
Bagai tubuh terkoyak kulit
Takutkah akan mati di kau?
Tubuh terguncang nyawa melayang
Meninggalkan jasad fana
Hening membiru di liang kubur
Wahai manusia
Semuanya kita akan mati
Mati sekarang atau esok tak ada bedanya
Malaikat maut menunggu di pucuk umur
Kita pergi melayang jauh
Meninggalkan nikmat hidangan dunia
Menceraikan keluarga
Mencampakkan harta yang melangit
Kita mati meninggalkan hitam putih dunia
Yang kita genggam hanya asa jika tak beramal
Bahkan jasad tubuh tercinta tertinggal di hitam bumi
Tak sebutir nikmat jua kita bawa
Tak secuil emas berlian pun kita rengkuh
Hanya iman di dada
Hanya islam di hati
Inikah akhir nafas kita
Nafas yang selama hidup lupa tuhannya
Akan tugas melalang di fana
Kita lupa wahai sahabat
Kematian
Datang membayang nafas
Merenggut hingga putus tertinggal tubuh
Hina
Takut
Di curuk ujung kita menanti menunggu hingga kita mati semua
Dan semuanya hanya soal waktu
Berjalanlah ke depan karena di ujung tapak langkahmu kematian menunggumu....
· *
Puisi ini sesuai dengan pengalama saya yang akan
takut dengan kematian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar